Skip to main content

Posts

Memasak Bukan Soal Memasak

Memasak bukan sekadar aktivitas fisik atau kata kerja. Memasak adalah persoalan tentang bagaimana kita mengelola emosi, waktu, dan bahkan menjalankan mekanisme bertahan hidup. Tentang bagaimana kita menentukan prioritas—bahan masakan mana yang paling cepat busuk dan mana yang lebih tahan lama. Juga tentang bagaimana perasaan kita saat melakukannya: merasa senang, atau justru terbebani. --- Enam bulan sudah aku tinggal di kota rantau. Hal yang gak pernah ku bayangkan sebelumnya, atau bahkan Keputusanku saat itu dibuat secepat mungkin. Banyak hal yang berubah dan berdampak dari perpindahanku disini. Yang terbesar adalah bagaimana aku memulihkan perasaanku atas banyak hal yang terjadi di beberapa waktu lalu. Kata orang, kalau perasaan dan jiwa kita terlalu sesak di tempat itu, pindah kotanya. Mungkin benar, tapi tidak mewakili seluruhnya. Karena pindah kota bukan satu-satunya hal yang harus dilakukan, sejauh apapun, seasing apapun, perasaan itu akan terus membersamai diri kita diman...
Recent posts

Dari Timur

Untuk perempuan bernama Tabita Pulanglah bukan sekadar pulang Perjalanan pulangmu kembali ke kota asal, tolong jangan asal-asalan Bawa semua pelajaran tentang kejujuran, perjuangan, dan juga penerimaan Selamat menjadi dewasa, semoga seiring semuanya dilimpahi kebajikan, disambut alam raya, diperkenankan laut semesta tak peduli harus deras, rintik, reda, lalu deras lagi Semoga sukar yang mengakar dan tak diumbar itu, mengurai satu per satu melepas dari diri diterima kasihkan, didengarkan, didoakan Kembali-lah pulang, Pulang ke timur, Sebagaimana kamu dilahirkan dan dihibur Kembali-lah pulang, Sebagaimana namamu di eja, Tabita, jadilah tangguh, bijak dan penuh cerita

Pria dengan Mata Binar Itu

Biarkan sejenak, Ingin kupandangi sekali-lagi Lebih lama, lebih dalam, lebih khidmat   Dalam ketidakdewasaanku, Aku ingin mengeja namamu berkali - kali dalam segala bentuk bahasa, Membekukan setiap mili waktu, Bersyair dan memuji   Aku telah menebar - melebur Berbaur bersama sonar dan binar mata itu   Yang jika ditanya, apa mauku? Kumau tinggal di titik detik pertama aku melihatmu   Kumau berterus-terang, terbuka, dan disaksikan para bintang dan sekutunya   Bahwa aku ingin mendambamu, dengan sebaik-baiknya mendamba     - Surabaya, 2024  

Monolog Kana #1

  “Selama ini sebenarnya kamu hanya merekayasa dan menjadikan oranglain sebagai pelengkap ceritamu kan? Kamu selalu menginginkan dipuja dan didamba banyak orang." “Aku rasa kamu benar. Aku ingin selalu dicintai banyak orang, dikhususkan, dbuat merasa spesial dan paling istimewa. Paling beda. Paling berkesan dan paling lainnya.” “Tapi dunia ini bukan hanya tentang kamu. Mereka punya pikiran, perasaan, dan kehidupannya masing-masing. Mereka juga kesulitan untuk menghadapi dirinya sendiri. Bahkan, mereka punya cara berduka dan menangis nya sendiri” “Cara menangisnya sendiri?” “Iya, ada yang dengan banyak tidur, kurang nafsu makan, terlalu banyak bicara bahkan pikun dengan hal-hal remeh.” “Aku berjalan terlalu jauh ya selama ini?” “Bukan cuma itu. Kamu menutup mata terlalu lama. Dongeng yang kamu buat itu nggak pernah ada dan hanya menyenangkan sesaat. ” “Aku harus mulai lagi darimana?” “Bukannya kamu yang paling tau jawabannya?” “Aku bahkan gak tau, saat ini aku sedang menghakimi ata...

Dialog Pinggir Laut

Aku mulai terbiasa dengan ombak Aku mulai menyukai dasar laut Semuanya tampak tenang, dalam, dan hikmat Ketidakberadaan atas keberadaan siapa-siapa,  justru merefleksikan keberadaan itu sendiri. Kesunyian yang berdendang di dekat daun telinga, justru mempertanyakan keramaian itu sendiri. Aku selalu takut tenggelam, padahal tenggelam selalu ramah, memeluk setiap kepingan jiwa yang marah dan lelah sekaligus. Didepan laut, aku melihat diriku yang baru saja, memaki dan memaafkan sekaligus. Membersihkan sisa-sisa kalimat setelah semalaman tertahan pada pangkal tenggorok. "Memangnya hidup seperti apa yang kamu dambakan?", begitulah laut dengan gamblang memulai pertanyaan dan jawabannya sekaligus. Bekasi, 13 November 2023

Bait - Bait Kosong

Nestapa seorang penyair, Sekalipun mahir meracau dalam kata Diksinya tak mampu menyelamatkan ketika dihadapkan rasa kehilangan   Saat kain menutupi tubuh itu, Hatinya berat bukan main Seperti berada di puncak kegelapan, Atmanya melayang-layang   Pada akhirnya kita semua akan berpulang Seorang diri dengan tubuh telanjang Pada akhirnya kita semua akan ditinggalkan Tanpa sempat memeluk dan berpesan   Setidaknya sang penyair harus tahu, Sekalipun dunianya terasa mencekat, Hal-hal baik akan selalu mendekat   Begitulah katanya, banyak tebakan soal hidup Kadang terang kadang redup Kadang dibuat senang kadang terjengkang   Setidaknya sang penyair harus tahu, Dalam bait-bait kosong itu, Ia masih akan-terus-tetap-selalu-dicintai. Fitri Wulandari 09/07/23 - Pukul 02.43

Ke-tidak-pasti-an

Saat paling sejenak Aku bersembunyi Jauh jauh di dalam reminisensi Sambil menerka kemanakah lantas saya berpangkal?   Terkatung- katung pada jiwa setengah sadar Berharap waktu, setidaknya punya belas kasihan   Ah, sial! Lagi-lagi tuan lupa baitnya Sebuah rasa temaram Tenggelam dalam genggam kemuraman   Satu menerima dengan apa yang diberi Satu yang lain, terus mencari arti diri   Adrenalin bereaksi dari seorang yang riuh Yang terjaga lusuh Kepekaannya kian lumpuh   Akhir kesimpulannya, Ia kebingungan, Pada apa yang ia putuskan Pada nilai apa yang ia sematkan dalam hal yang penuh dengan ke-tidak-pasti-an   Bekasi, 21 Mei 2023 Fitri Wulandari